Senin, 31 Agustus 2009

DIRGAHAYU POLWAN KE-61

POLWAN, siapa yang tidak mengenal Polwan. Sosok Polisi Wanita dikenal dengan sikapnya yang tak mau kompromi. Namun dikenal pula sebagai seorang Negosiator yang baik. Banyak suara yang sering diucapkan oleh masyarakat " Jangan coba-coba melanggar dan tertangkap basah melanggar aturan oleh Polwan, berbahaya".

TEGAS, mungkin itulah kata yang tepat. Polwan secara umum memang dinilai oleh masyarakat jauh lebih tegas dari pada polisi laki-laki dalam penerapan disiplin. Siapapun yang melanggar ya harus di hukum . Konon, sopir angkot lebih segan kepada Polantas wanita daripada Polisi laki-laki.

Sejarah 
POLWAN (Polisi Wanita) lahir pertama kali di BUKITTINGGI.  Seiring dengan kebutuhan penaganan kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita baik sebagai korban atau pelaku sekalipun.

Dimasa penjajahan Belanda, bila ada kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak atau wanita para pejabat kepolisian seringkali meminta bantuan kepada istri-istrinya untuk melakukan pemeriksaan dan penggeledahan . Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada Pemerintah dan Jawatan Kepolisian Negara untuk mengikut sertakan wanita dalam pendidikan kepolisian guna menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak dan wanita dengan alasan kurang pantas seorang laki-laki memeriksa atau menggeledah tersangka wanita yang bukan muhrimnya, dan di khawatirkan adanya perlakuan kurang terhormat terhadap tersangka wanita selama dalam tahanan. Disisi lain sebelum Agresi II Jawatan Kepolisian Negara yang berkedudukan di Yogyakarta memang telah berniat untuk mengadakan Pendidikan Polisi wanita. Namun situasi Politik yang tidak memungkinkan sehingga rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Hingga pada 1 September 1948 Jawatan kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi membuka kesempatan bagi wanita mengikuti Pendidikan Inspektur Polisi di Sekolah Polisi Negara di Bukittingi yang diikuti oleh 6 orang dan selanjutnya dikenal dengan sebutan Perintis Polisi Wanita Indonesia.
Adapun nama-namanya adalah sebagai berikut :
  • Nelly Pauna Situmorang 
  • Mariana Saanin Mufti
  • Djasmaniar Husein
  • Rosmalina Pramono
  • Dahniar Sukoco
  • Rosnalia Taher

Namun pendidikan mereka sempat terputus karena agresi Belanda dan para Polisi wanita tersebut ikut bergerilya ke pedalaman. Bulan januari 1950 dengan adanya instruksi dari Kepala Cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera , para Polisi Wanita itu berkumpul kembali di Bukittingi untuk melanjutkan pendidikan hingga dilantik pada tahun 1951.
 
Bhayangkari sebagai anggota aktif Kongres wanita Indonesia, dalam Kongres II Kowani di palembang pada bulan Maret 1955, memperjuangkan ususlan tetang pendidikan polisi wanita dan bentuk peradilan anka-anak, yang kemudian di setujui oleh Kowani dan diajukan kepada pemerintah sebagai usul dari semua organisasi wanita yang bergabung dalam Kowani. Sebagai tindak lanjut dari hasil Kongres III tersebut, tahun 1957 Kepala Kepolisian Negara mengirim 3 Bhayangkari yaitu Ny Soejono, Ny Waluyo Sugondo, Ny Haryaso ke Amerika Serikat. Selama tiga bulan, mereka mempelajari Pola pendidikan dan pembinaan Polisi wanita di negara tersebut.
Lalu pada bulan Juni 1957 Kowani membentuk panitia yang bertugas memperjuangkan dibukanya kembali Pendidikan Polisi wanita. Akhirnya pada bulan maret 1968 Bhayangkari mendampingi delegasi Kowani yang dipimpin oleh ketuanya ibu Maria Ulfa Santoso, menghadap Kepala Kepolisian Negara dan membicarakan Pendidikan Polisi wanita tersebut, dan pada prinsipnya Kepala Kepolisian Negara setuju dan pendidikan Polisi Wanita akan dibuka meliputi pendidikan dari pangkat rendah sampai atas.
Diawal pembentukanya pada tahun 1948 dalam susunan organisasi Polri memang belum terlihat pembinaan Polwan secara khusus, meskipun pimpinan Polri pada masa itu sangat memperhatikan kepentingan Polwan. Baru pada tahun 1964 Polwan berada di bawah Kepala Urusan Kepolisisan Wanita di Mabes Polri. Kemudian pada tahun 1967 berubah menjadi Pusat Polisi Wanita. Pada tahun 1977 Pusat Polisi wanita di lebur menjadi Biro Polisi Wanita yang berada dibawah Paban V/Khusus Pers Polri. Namun dengan adanya reorganisasi Polri pada tahun 1984 Biro Polwan di tiadakan. Kini, untuk wadah pembinaan Polwan berada di bagian Polisi wanita yang bernaung dibawah Direktur Personil Polri dan Biropers untuk tingkat daerah.
Sejarah baru Polwan sebenarnya dimulai saat Jendral Anton Soedjarwo menjabat sebagai Kapolri dan Kapolda Jawa Timur dijabat oleh Mayjen Soedarmadji. Kedua pejabat Polri itu mengambil langkah berani dengan menempatkan beberapa orang Polwan Pilihan untuk menempati jabatan strategis, sejak saat itu Polwan bukan hanya di percaya sebagai pemegang bidang tugas pembinaan tetapi juga memegang komando bidang operasional di lapangan. Bersamaan dengan itu sejumlah Polwan berpangkat Perwira menengah dipercaya mengemban tugas kekaryaan fungsi sosial politik dilembaga legislatif. 
Dilihat dari sejarahnya perjuangan Polisi wanita bukanlah jalan perjuangan yang mulus dan mudah , namun karena kehadiran Polwan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka perjuangan tersebut mendapat dukungan dari semua pihak hingga lahirnya POLISI WANITA REPUBLIK INDONESIA. 
 
DIRGAHAYU POLISI WANITA KE-61

1 komentar:

Anonymous mengatakan...

tolong dunk,,disebutin dimana saya bisa dapatin informasi sejarah tentang polwan...
buku apa yah...
tolong,,makasih..

Posting Komentar

Suara Merdeka CyberNews