Pendapat tersebut disampaikannya saat sidang pengujian UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif yang diajukan oleh Ketua Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), Denny Yanuar Ali, di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/3). Dijelaskan Agung, pengumuman quick count pada hari pemungutan suara berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Mendengar penjelasan Agung seperti itu, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, kembali angkat bicara. Dia menegaskan, bahwa dalam dua pasal yakni Pasal 282 dan Pasal 307, yang dilarang dan terancam sanksi pidana itu adalah tindakan mengumumkan. "Itu namanya delik formil," katanya.
Seharusnya, lanjut Chairul, bila pemerintah khawatir tindakan itu bisa menimbulkan kekacauan, maka rumusan tersebut mestinya diganti dengan delik materil. Artinya, rumusan pidana itu menjadi "dilarang mengumumkan hasil survey saat masa tenang dan quick count pada hari pemungutan suara yang dapat mengakibatkan kekacauan di masyarakat".
Dengan begitu katanya, yang harus dibuktikan adalah kekacauan di masyarakat, bukan tindakan mengumumkan hasil survey atau quick count tersebut. "Kalau rumusannya seperti ini, tentu kami masih bisa menerima," tegasnya.
Dalam proses sidang tersebut, jika ahli dari pemohon mengkritik soal penjatuhan sanksi pidana, wakil dari pemerintah sebaliknya justru mempertanyakan kerugian konstitusional yang dialami pemohon. Dalam hal ini, Agung Mulyana menegaskan bahwa pasal-pasal itu bukan melarang survey atau quick count. "Pasal-pasal itu hanya mengatur tentang tenggang waktu saja," kata Agung pula.
Masih menurutnya, tenggang waktu yang diatur pun tak terlalu lama. Survey "hanya" tak boleh diumumkan dalam masa tenang selama tiga hari, sedangkan quick count baru bisa diumumkan sehari setelah pemungutan suara. "Lewat dari jam 12 malam sudah boleh diumumkan, kok," cetusnya.
Dijelaskan Agung, aturan tenggang waktu pengumuman survey ini bukan hanya berlaku untuk lembaga survey, tapi juga untuk seluruh peserta pemilu. Untuk itu, seluruh partai politik peserta pemilu tak boleh melakukan kampanye dalam masa tenang. Karena, hasil survey pun berpotensi dijadikan alat kampanye, sehingga sudah sewajarnya bila pengumumannya itu juga dilarang dalam masa tenang. (source Radar Tegal)
0 komentar:
Posting Komentar