PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranan dan tugas serta pembinaan profesionalisme kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yang tercantum di dalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369) sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan. Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila.
Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.
Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.
Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri.
Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.
Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia karena menyangkut harkat dan martabat manusia, Negara Republik Indonesia telah membentuk Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati ketentuan Undang-Undang di atas.
Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib pula
memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, ketentuan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890) yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnya lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.
Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakan penggantian atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak hanya memuat susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta peranan kepolisian, tetapi juga mengatur tentang keanggotaan, pembinaan profesi, lembaga kepolisian nasional, bantuan dan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh komitmen para pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaksanaan tugasnya dan juga komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mandiri, profesional, dan memenuhi harapan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan keadilan.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dibantu" ialah dalam lingkup fungsi kepolisian, bersifat bantuan fungsional dan tidak bersifat struktural hierarkis.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kepolisian khusus" ialah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing. Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.
Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.
Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan
pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan.
Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi internasional lainnya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Wilayah Negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunya kedaulatan Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan kewenangannya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, terutama di wilayah dia ditugaskan.
Ayat (2)
Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien, wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian preventif maupun represif yustisial. Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.
Pasal 9
Ayat (1)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis kepolisian menetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh pengemban fungsi dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (2)
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses. Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan surat Presiden tersebut berlaku" ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan diterima secara administratif.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkan sebagai Kapolri. Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 13
Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Huruf h
Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian. Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar. Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada umumnya.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.
Huruf k
Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas dasar permintaan yang berkepentingan.
Huruf l
Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik dan/atau media pengumuman lainnya.
Ayat (2)
Huruf a
Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 510 ayat(1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum. Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana diatur dalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik, penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik yang disebarkan kepada umum.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral. Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dari kedua negara.
Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol). Fungsi National Central Bureau ICPO Interpol Indonesia dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian perkara serta barang bukti.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum", termasuk tersangka dan barang buktinya.
Huruf j
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan Kapolri.
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri" adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia" meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pengakhiran dinas.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat menjalankan pekerjaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Ayat (2)
Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut pelaksanaan teknis institusional.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut, dan terpadu. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk memantapkan kemampuan dan prestasi.
Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian teknologi kepolisian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sepenuhnya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar kode etik.
Pasal 36
Ayat (1)
Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat Pemerintah setingkat Menteri eks officio. Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli di bidang ilmu
kepolisian. Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta bendera PBB.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pihak lain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing. Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan Aseanapol.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
0 komentar:
Posting Komentar