Selasa, 20 Oktober 2009

Tak Akan Alami Sindrom Kekuasaan

Jakarta SM - Hari ini Jusuf Kalla akan secara resmi mengakhiri tugasnya sebagai wakil presiden. Tiga hari terakhir kegiatannya dimanfaatkan untuk berpamitan dengan berbagai pihak.

Terakhir, Senin (19/10), mantan Ketua Umum Golkar itu mengundang sarapan ”perpisahan” dengan jajaran media massa di rumah dinasnya Jl Diponegoro sebelum menerima kedatangan bakal penggantinya, wapres terpilih, Boediono di Istana Wapres.

Sambil menikmati soto bersama wartawan senior seperti Rosihan Anwar, Sabam Siagian, Fikri Jufri, Wapres Kalla yang didampingi pengusaha Sofjan Wanandi dan Ketua BPKM M Luthfi menuturkan bahwa setelah tak lagi menduduki kursi wapres dirinya segera meninggalkan istana dan bersiap pulang kampung.

Meski sempat menginginkan berduet kembali dengan SBY dan berkompetisi untuk memperebutkan kursi presiden pada pilpres lalu, Kalla memastikan setelah gagal meraih posisi itu ia tidak akan pernah mengalami sindrom kekuasaan.
”Tak ada masalah post-power syndrome. Satu-satunya yang mungkin jadi masalah adalah menghadapi kemacetan lalu lintas, sebab tak ada pengawalan lagi. Tapi itu kan hal biasa,” kelakarnya berterus terang.

Kendati akan pulang kampung ke Makassar, merasa sudah terbiasa dengan kehidupan di ibu kota, sehingga dipastikan akan tetap sering bolak-balik ke Jakarta.
Wapres kelahiran Watampone, Sulsel ini tidak tertarik untuk ikut-ikutan dengan sejumlah mantan presiden/wakil presiden yang setelah pensiun mendirikan JK center atau semacamnya. Ia memilih menyalurkan pengabdiannya melalui lembaga yang sudah ada, seperti universitas dan perguruan tinggi.

Kalla berjanji tidak akan berhenti mengabdi meski tak lagi memegang jabatan di pemerintahan. Ia cukup puas mengabdi melalui jabatan formal karena telah mencapai semua jabatan tinggi dari menteri sampai Wakil Presiden.
”Saya pernah menjadi Menteri Perdagangan di Jl Merdeka Timur, lalu menjadi Menko Kesra di Jl Merdeka Barat. Yang belum tercapai berkantor di Jl Merdeka Utara (Istana Presiden),” kelakarnya disambut tawa.

Kalla menceritakan, nasibnya bisa diibaratkan nomor mobilnya. Saat menjadi Menteri Perdagangan, mobil dinasnya bernomor B 21. Saat menjadi Menko Kesra nomornya B 12. Lalu saat jadi Wapres, nomornya B 2. ”Barangkali angka 2 itu memang pas untuk saya (dibanding angka 1),” lanjutnya.
Ia bercerita selama lima tahun menjadi Wapres, tercatat menggelar rapat 427 kali, kunjungan ke daerah 123 kali atau dua kali dalam sebulan, serta ke luar negeri 23 kali.

”Yang menarik bagi saya, selama itu saya dihormat tentara 12 kali sehari. Berangkat dari rumah dihormat, sampai kantor dihormat, ke luar kantor dihormat, masuk Istana dihormat. Penghormatan resmi 12 kali sehari, yang tidak resmi lebih banyak lagi. Saya menjadi orang yang paling banyak dihormati tentara,” katanya kembali disambut tawa

Sementara, saat menerima kedatangan wapres terpilih Boediono, Kalla mengingatkan bahwa wapres bukanlah ban serep yang tugasnya hanya ”menggunting pita”.

Silaturahmi antara Jusuf Kalla dan Boediono berlangsung pukul 09.45, di Gedung II Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan. Layaknya perkenalan sebelum menempati rumah baru, silaturahmi dengan Boediono itu juga dihadiri pejabat di lingkungan Setwapres mulai dari eselon I sampai eselon IV. Pada kesempatan itu Kalla sekaligus menyerahkan buku memori jabatan wapres calon penerusnya.

Dalam sambutannya Kalla menguraikan, UUD 1945 menyatakan, Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Karena itu ia menegaskan bahwa posisi wapres bukanlah sekadar ‘ban serep’, tetapi membantu menyelesaikan tugas-tugas kepala negara.

”Kalau ban serep itu tugasnya hanya diam saja di belakang. Ia tidak bekerja untuk membantu mobil. Kerjanya hanya mendoakan yang jelek-jelek dan mengharapkan ban lain kempes,” seloroh Kalla membuat Boediono dan hadirin lainnya tertawa.

Kalla melanjutkan, tugas wapres adalah membantu Presiden dalam menjalankan tugas-tugas negara. Kalau hal tersebut tidak dilaksanakan maka itu merupakan pelanggaran terbesar dalam konstitusi.

”Selama lima tahun ini saya sering mengkritik, kantor ini dianggap banyak melampaui, orang bilang. Tapi menurut saya tidak, itulah tugas wapres. Justru kalau berdiam diri dan jadi ban serep itu melanggar konstitusi. Wakil Presiden yang ketiduran, malas datang ke kantor dan hanya gunting pita itu melangar konstitusi,” ujarnya.

Membantu

Kalla menambahkan, dirinya selama ini bekerja sungguh-sungguh membantu presiden bukan untuk menonjolkan diri di mata masyarakat. Tapi karena memang tugasnya sebagai wapres adalah membantu presiden.
Ia berharap Boediono memainkan peran yang sama seperti dirinya membantu SBY lima tahun terakhir.

Sementara itu dalam sambutannya, Boediono menyatakan terima kasih diingatkan Kalla untuk tidak menjadi ban serep. Ia pun mengaku mengagumi sosok Kalla yang bertindak efektif. Kalla selama ini dikenalnya memiliki gaya kepemimpinan yang sering menghadirkan suasana cukup segar.
”Mungkin gaya Pak JK seperti itu. Tapi saya ditakdirkan dengan gaya lain. Nanti pun gaya ini akan dirasakan oleh karyawan dan masyarakat. Saya tak akan meniru gaya bapak JK. Kalau nanti saya tiru-tiru gaya, malah aneh,” ujarnya

0 komentar:

Posting Komentar

Suara Merdeka CyberNews