BOM BUNUH DIRI, dimana wacana tes DNA muncul. Mengapa harus dikaitkan dengan tes DNA? Pelaku bom bunuh diri pasti jasadnya sudah hancur dan tidak berbentuk. Hal inilah yang memunculkan wacana tes DNA untuk mengetahui siapa sebenarnya pelaku tersebut.
Dalam hal ini pihak kepolisian sangat kesulitan untuk memeriksa pelaku baik melalui wajah, sidik jari, ataupun ciri-ciri tubuh. Tes DNA menjadi pilihan terakhir untuk mengetahui secara pasti siapa sebenarnya pelaku. Tes DNA ini harus ada acuan sebagai pembanding yang bisa diambilkan dari sampel DNA keluarga, khususnya orang tua.
Metode tes DNA yang umumnya digunakan masih menggunakan metode konvensional yaitu elektroforesis DNA. Adapun metode tes DNA yang terbaru adalah dengan menggunakan kemampuan partikel emas berukuran nano untuk berikatan dengan DNA. Metode ini ditemukan oleh dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu Huixiang Li dan Lewis Rothberg.
Dalam hal ini pihak kepolisian sangat kesulitan untuk memeriksa pelaku baik melalui wajah, sidik jari, ataupun ciri-ciri tubuh. Tes DNA menjadi pilihan terakhir untuk mengetahui secara pasti siapa sebenarnya pelaku. Tes DNA ini harus ada acuan sebagai pembanding yang bisa diambilkan dari sampel DNA keluarga, khususnya orang tua.
Metode tes DNA yang umumnya digunakan masih menggunakan metode konvensional yaitu elektroforesis DNA. Adapun metode tes DNA yang terbaru adalah dengan menggunakan kemampuan partikel emas berukuran nano untuk berikatan dengan DNA. Metode ini ditemukan oleh dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu Huixiang Li dan Lewis Rothberg.
Di Indonesia, DNA fingerprint mencuat namanya sebagai cara identifikasi kejahatan dan korban yang telah hancur setelah terjadi peristiwa peledakan bom di tanah air seperti kasus bom Bali, bom Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain. Pengunaan informasi DNA fingerprint di Indonesia boleh dibilang masih sangat baru sedangkan di negara-negara maju, hal ini telah biasa dilakukan.
DNA fingerprint , cara meng-identifikasi kejahatan dan korban yang hancur setelah terjadi peristiwa peledakan bom di tanah air seperti kasus bom Bali, bom Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-lain. Pengunaan informasi DNA fingerprint di Indonesia boleh dibilang masih sangat baru sedangkan di negara-negara maju, hal ini telah biasa dilakukan.
DEOKSIRIBONUKLEAT (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam jenis ini merupakan senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang genetika. Penemuan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut dengan DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Kita ketahui bahwa setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda, maka dalam forensik informasi ini dapat digunakan sebagai alat bukti kuat kejahatan di pengadilan.
DNA yang biasa dan sering digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. Dari kedua tes tersebut yang paling akurat adalah DNA inti sel , karena inti sel tidak bisa berubah sedang DNA mitokondria dapat berubah sebab berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya.
Penggunaan tes DNA dalam kasus kriminal tergantung pada barang bukti yang ditemukan di TKP. Contohnya sebagai berikut :
- Ketika di TKP ditemukan puntung rokok, tes yang digunakan adalah DNA inti sel. Mengapa ? Rokok dihisap di bibir, dimana dalam rokok ini (puntungnya) tertinggal epitel bibir dan epitel ini mengandung unsur DNA yang masih dapat dilacak.
- Untuk kasus pemerkosaan yang diperiksa adalah spermanya terutama kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya.
- Jika di TKP ditemukan sehelai rambut , sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akarnya, cukup dengan potongan rambut karena pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel.
- Sedangkan bagian tubuh lain yang bisa diperiksa adalah darah, daging, tulang dan kuku.
Metode analisis DNA fingerprint
Penggunaan metode ini dimulai dari proses pengambilan sampel sampai analisis dengan PCR. Pada saat pengambilan sampel harus hati-hati dan menjaga keseterilan peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform biasa digunakan untuk mengisolasi darah sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut.
Setelah diisolasi, sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel.
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan).
Keakuratan hasil yang hampir mencapai 100% menjadikan metode DNA fingerprint selangkah lebih maju dibandingkan proses biometri (identifikasi menggunakan sidik jari, retina mata, susunan gigi, bentuk tengkorak kepala serta bagian tubuh lainnya) yang telah lama digunakan kepolisian untuk identifikasi.
Penerapan DNA fingerprint masih terbatas di Indonesia karena dana yang dibutuhkan sangat mahal dan SDM forensik yang kurang, sehingga kepolisian RI biasanya menerapkan standar prioritas untuk analisis ini.
Daftar Pustaka :
* Irawan, Bambang. 2003. DNA fingerprinting pada Forensik, Biologi sebagai Bukti Kejahatan. Majalah Natural Ed. 7/Thn. V/April 2003. Bandar Lampung
* Rizal, M. Wahyu. 2005. Tes DNA : Mengendus Jejak Kejahatan. Majalah Natural Ed. 11/Thn. VII/Agustus 2005. Bandar Lampung
* Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta
http://www.chem-is-try.org
0 komentar:
Posting Komentar